Karena kita adalah sebuah akhir



Akan benar-benar ada waktu itu, ketika aku dan kamu tidak lagi dapat bertemu pada kesamaan ruang dan waktu.
Tentu saja ada yang akan menghilang lebih dulu, entah aku atau kamu.
Namun pada saat itu, aku berharap sudah tak lagi menitipkan sesuatu padamu dan menjaga apapun milikmu.
Ketika itu, aku mau tidak ada lagi yang perlu diikhlaskan. 
Karena sekarang kita sudah memilih untuk melakukan kesepakatan, tak lagi bersama, ada dalam salah satu pilihannya.
Saat ini Tuhan memberikan keadaan dimana kita tak menjadi apa-apa seperti sebelumnya, saat hati belum memutuskan untuk memilih itu cinta, saat belum ada keterkaitan antara keduanya. 
Saat kita belum tahu rasa, bahkan nama.
Berjalan bersama dalam keterasingan membuat kita menjadi kesia-siaan yang bersikeras dipertahankan.
Percayalah aku bukan seorang pelupa yang hebat, 
karena bahkan detil kalimatmu saja masih kuingat, 
disaat kita memilih membagi suatu rasa yang tak dapat di lihat. 
Kita terlalu cepat melesat dan mengabaikan firasat yang Tuhan buat.
Ada lebih banyak yang seharusnya dipertimbangkan,
dari pada sekadar bersama saling berjanji membahagiakan.
Sesuatu yang sudah pasti terjadi saat kita tak lagi saling mengerti. 
Sebuah jemu saat kita menemu jalan buntu.
Saat kamu dan aku memutuskan untuk pulang,
membawa kenang yang bertumpuk-tumpuk melayang.
Setelah ini, aku tak pernah berencana untuk membuat kenangan menjadi serpihan. Bahkan jika kamu juga melakukan yang sama, maka jangan pernah menyimpan sesal yang menyiksa.
Yakinlah kita berdua akan baik-baik saja. 
Membagi rindu yang tak pernah lagi sampai pada masing-masing kita.
Masih ada satu lagi janji baru yang kuharapkan kamu akan berkata “iya” : berbahagialah disana meski bukan aku yang membuatkannya.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »