Mengartikan makna



Kusertakan bahagia di ujung jemariku,
Yang kemarin merekat erat pada katun hitammu.
Kusenyumi angin kencang yang seakan bersorak,
Meski sehari lalu meredam obrolan renyah, juga kisah antara kita.

Aku tak tahu rasa apa yang menyelimuti gelapnya bola mata,
Kala kita menapak dalam jarak yang amat tipis,
Serta bicara kali pertama dalam momen yang canggung.
Jelas, kusisipkan bahagia di setiap ucapanku yang tak berarah sama sekali.
Karena satu-satunya yang kupikirkan saat itu adalah bagaimana caranya untuk merekam setiap detik dengan jelas—tanpa cela.

Pun siang hari, ketika kaca jendela basah oleh rinai hujan,
Aku mencemaskanmu, tanpa alasan yang rasional.
Aku merasa rindu, yang menggerogoti setiap celah pikiran.
Juga aku mendambamu, mendamba kehadiranmu, mendamba suaramu di antara riuhnya air mata langit.

Coba kau tanyakan pada rembulan,
Apa makna yang kusenandungkan seiring dengan nada lagumu.
Mintalah pula cerita dari senja,
Bagaimana resahnya menunggu belasan menit detik hanya untuk menerima kabarmu.

Hingga detik ini, aku (masih) tak tahu rasa apa yang melekat pada namamu.
Namun satu yang kumohon,
Tolong jangan buat ini menjadi cinta
Kecuali kalau kau akan membalasnya.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »