Tuhan, aku sedang
dirapatkan serapat-rapatnya pada hela panjang setiap pagi.
Aku hentakkan kebencian
pada lantai dingin setiap kembali.
Aku pasang tatap melas pada
pintu yang merasa sepi.
Aku tidur, Tuhan.
Pada punuk-punuk perih
disebrang lahan.
Aku bercerita,
Tuhan.
Pada lambai-lambai bengis
kesenangan.
Kemudian kau pasti paham,
Tuhan.
Aku yang melalang buana untuk hari didepan.
Namun dikira mengubur
segala yang terang.
Aku benci diberi prasangka
api.
Aku ini bergerak, Tuhan.
Seperti air, deras namun
tidak berkelabak.
Aku bergerak, sungguh.
Bongkahan yang aku sandang
lebih berat daripada egoisku, sebenarnya.
Patahan ceraci tak
membantu, aku tau.
Cukuplah.
Selamat tidur,
hati yang mengumpat mati.
-kepada yang tabah namun
pemarah-