kitalah kata yang membusung dada. menceritakan perpisahan penuh
keangkuhan.
kitalah cerita di buku yang tertutup. menuliskan kesedihan
dengan sangat setia.
kitalah dua, yang tak lagi sama.
kau berjalan menyusuri tapak kepergian. sementara aku, mengikuti
dari belakang sembari menulis puisi dengan air mata.
setiap pagi kau berpulang ke dadaku, serupa kerinduan yang
mengundang tangisan. tidak pula aku berani menyebut namamu demi meringankan
beban perasaan.
sebab kitalah dua, yang tak lagi bercinta.
kau berjalan di pinggir jalan kenangan. sementara aku, rela mati
di tengah jalan oleh kenangan dan angan.
seperti ini kita.
akhir cerita yang berbeda dari doa-doa.
-- Lieb